RH Divonis 6 tahun Penjara, Rektor UNEJ Tunggu Putusan Inkracht Terkait Pemecatan
Editor : Alit Wahyuni
Pada 24 November 2021, Pengadilan Negeri Jember memvonis Dosen Universitas Jember (UNEJ), RH tersangka kasus pencabulan, dengan hukuman 6 tahun penjara. Rektor UNEJ menyatakan belum bisa memutuskan status kepegawaian RH karena menunggu keputusan inkracht atau keputusan berkekuatan hukum tetap.
Rektor UNEJ, Iwan Taruna mengatakan bahwa mengenai pemecatan harus merujuk pada peraturan kepegawaian. “Kita kan harus me-refer pada peraturan kepegawaian,” ucapnya pada Kamis (25/11).
Dalam peraturan Badan Kepegawaian Negara terdapat petunjuk teknis pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasal 17 mengenai pemberhentian PNS Karena melakukan tindak pidana /penyelewengan berbunyi “PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.”
Iwan mengatakan bahwa apabila keputusan belum inkracht maka terdakwa masih bisa melakukan banding, “Ini kan dia kan belum inkracht, jadi dia masih bisa banding kan. Iya keputusan itu kan bisa dibanding di pengadilan tinggi,” ucapnya.
Lebih lanjut Iwan menjelaskan bahwa setelah keputusan pengadilan, terdapat waktu selama satu minggu baik jaksa maupun terdakwa melakukan banding. Apabila dalam satu minggu tidak ada banding, maka keputusan pengadilan disebut inkracht. “Untuk di pengadilan negeri itu diberlakukan satu minggu baik jaksa maupun terdakwa yang terpidana sekarang untuk mengajukan banding atau menerima. Kalau menerima, itu inkracht sudah. Keputusannya tetap,” jelasnya.
Maka dari itu Iwan berujar bahwa dalam satu minggu setelah keputusan pengadilan, UNEJ sedang menunggu keputusan selanjutnya. “Selama satu minggu itu mikir-mikir istilahnya. Jadi kita tunggu satu minggu apa keputusan dari masing-masing jaksa maupun terdakwa,” ujarnya.
Iwan mengungkapkan bahwa apabila belum ada inkracht, maka kasus tetap berlanjut hingga putusan tertinggi Mahkamah Agung (MA). “Ini ada 3 tahapan, jadi pengadilan negeri, pengadilan tinggi, MA. MA ini yang terakhir,” ungkap Iwan.
Ia menambahkan bahwa masih ada kasasi. Kasasi adalah upaya hukum yang dapat diminta baik jaksa penuntut atau terdakwa terhadap suatu keputusan kepada Mahkamah agung. “Kasasi pun ini masih diminta satu kali lagi, namanya peninjauan kembali setelah melewati tiga tahapan hukum, jadi panjang,” ucapnya.
Sehingga, menurut Iwan, berdasarkan pada peraturan kepegawaian, RH layak dipecat karena dipidana lebih dari dua tahun. Namun ia masih menunggu keputusan inkracht. “Bukan saya gak mau memecat, nggak, dari tuntutannya kemarin dia memang layak dipecat.”
Iwan menegaskan bahwa UNEJ akan mengikuti regulasi yang ada dan tidak menghambat proses hukum. “Yang jelas kita tidak pernah menghambat proses hukum ini. Universitas selalu mengikuti sesuai dengan regulasi ini,” tegasnya.
Menurut Iwan, pihak UNEJ harus tetap menganggap bahwa terdakwa tidak bersalah sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap yang diputuskan oleh majelis hakim. “Jadi kita ini harus tetap menganggap bahwa dia gak bersalah. Sampai ada keputusan yang tetap. Siapa yang berhak menentukan itu, ya hakim itu, bukan rektor yang menentukan,” ujarnya.
Mengenai status RH saat ini, Iwan mengatakan bahwa sejak RH dipidanakan, statusnya sebagai pengajar di UNEJ dinonaktifkan sementara. “Sebenarnya sekarang diberhentikan sementara. Begitu dia dituntut dipidana ini berarti dia ini kan diberhentikan sementara, tetapi tidak tetap,” ucapnya.