Menggurat Visi Kerakyatan

Teater “Kereta Akan Datang” DKK Unej: Antara Nyata dan Mimpi, Menyingkap Filosofi Kehidupan

Reporter: Sasta Rintis Rahmawati
Editor: Desti Sagita

125

Dewan Kesenian Kampus (DKK) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember menampilkan teater berjudul “Kereta Akan Datang” pada Kamis (16/10) di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Jember. Pementasan ini mengusung isu sosial tentang seorang tukang becak dalam penantiannya pada kesejahteraan hidup. Kisahnya diceritakan dalam perpaduan panggung realis dan surealis, antara yang nyata dan mimpi. 

Dava Maulana, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2023 sekaligus penulis naskah pementasan ini, menjelaskan bahwa ide penulisan naskah teater tersebut terinspirasi dari keresahannya terhadap pertanyaan tentang tujuan hidup manusia yang kerap kali tidak pasti. “Inspirasi naskah bermula dari keresahan bahwa setiap karya dan tindakan dalam hidup selalu berangkat dari harapan. Keresahan utamanya adalah mengenai keabu-abuan manusia dan bagaimana cara mencapai harapan di lingkungan sosial. Bahwa tujuan yang dicari manusia itu masih belum pasti,” ungkapnya pada Kamis (16/10). 

Dava juga mengungkapkan pemaknaan baru dari kata “Kereta” dalam judul naskah. Menurutnya, kata tersebut menjadi simbol kesejahteraan yang selalu diharapkan dan ditunggu kedatangannya. Manusia selalu dibayang-bayangi oleh harapan akan kesejahteraan dalam hidupnya. Dava menceritakan bahwa dalam teater ini, “Kereta” atau “Kesejahteraan” tidak datang. “Kereta Akan Datang” ini adalah apa yang tampak di hadapan kita. Kita selalu membayangkan bayangan pasti akan datang, sehingga di teater ini tadi ditampilkan keretanya tidak datang,” tuturnya. 

Lebih lanjut, Dava menjelaskan bahwa naskah drama ini menyampaikan pesan tentang kehidupan dan harapan manusia. Baginya, kisah dalam naskah ini menjadi pengingat bahwa sesuatu yang akan datang belum tentu sejalan dengan harapan. “Musuh terbesar manusia adalah diri sendiri dan harapannya sendiri. Harapan bisa menjadi malapetaka, atau bahkan sesuatu yang lebih buruk dari malapetaka, jika tidak terwujud. Oleh karena itu, naskah ini hadir sebagai pengingat bahwa mengecewakan pasti akan datang dalam kehidupan manusia, dan bahwa hal-hal tertentu berada di luar jangkauan kita,” jelas Dava. 

Baghas Dwi Prakoso, mahasiswa Ilmu Sejarah angkatan 2024 selaku sutradara, menjelaskan konsep penataan panggung yang dibuat dalam dua level berbeda yaitu, realis dan surealis. Panggung atas digunakan untuk menggambarkan bayangan atau harapan, sedangkan panggung bawah menampilkan kondisi nyata. “Panggung atas menggambarkan isi bayangan atau harapan tukang becak. Di panggung surealis ini, anak dan istri tukang becak ditampilkan jauh lebih tua untuk menunjukkan latar waktu yang lebih jauh. Panggung realis di bawah berlatar tahun 2004, sementara panggung surealis di atas berlatar tahun 2025,” jelasnya pada Kamis (16/10). 

Desi Margareta, salah satu penonton pementasan “Kereta Akan Datang” menceritakan pemahamannya setelah menonton pertunjukan tersebut. “Kereta melambangkan takdir baik atau harapan. Orang-orang di bawah panggung adalah mereka yang menunggu takdir baik mereka. Terdapat berbagai macam tindakan yang dilakukan seseorang dalam penantian tersebut. Ada yang sampai menjadi gila, ada pula yang memilih jalan pintas, seperti menjadi wanita simpanan agar terlihat kaya. Bahkan karakter yang berada di atas panggung pun tetap menunggu kereta, meskipun tidak berada dalam kondisi kemiskinan yang sama,” tuturnya pada Kamis (16/10). 

Sementara itu, Tsya Toyibatul Kholbiyah, penonton lainnya, turut memberikan tanggapan dan umpan balik terhadap pementasan. Ia mengakui sempat merasa bingung di awal pertunjukan, namun perlahan mulai memahami maknanya setelah mengikuti alur cerita. Tsya juga mengungkapkan kekagumannya terhadap konsep dua sisi panggung yang memadukan dunia nyata dan dunia mimpi. “Ada adegan yang membingungkan, seperti saat tiba-tiba muncul orang gila. Hal ini membuat penonton sempat kurang memahami maksud adegan tersebut. Namun penampilan ini menjadi pengalaman baru dan menarik karena menampilkan dua sisi panggung sekaligus, berbeda dari teater yang biasanya hanya menggunakan satu sisi. Setelah mengikuti alurnya, akhirnya saya memahami apa yang ingin disampaikan,” ujarnya pada Kamis (16/10). 

Tsya juga menyampaikan pesan yang ia tangkap setelah menonton teater ini. “Takdir tidak bisa diubah. Sebagai manusia, setiap orang memiliki banyak cara untuk mencapai keinginannya. Pada akhirnya, seseorang harus belajar menerima takdir yang ada, serta menunggu takdir itu dengan sikap optimis dan tanpa menyerah,” tutupnya. []

Leave a comment