“Setiap periode kan berbeda, periode sebelumnya kan kebebasan persma, sebelumnya lagi pasar tradisional dan sekarang buta aksara,” tukas Joko Cahyono, Sekretaris Jendral Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)pada Sabtu (13/2). PPMI Kota Jember melanjutkan agenda musyawarah kerja kota (muskerkot) yang bertempat di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Tegalboto. Agenda yang dilaksanakan sore itu adalah pembahasan isu kota.
Dalam muskerkot kali ini terdapat tiga LPM yang mengusulkan isu kota. Pengusul tersebut antara lain UKPM Tegalboto, yang menawarkan isu buta aksara di Kota Jember, LPM Manifest menawarkan isu pendidikan di Kota Jember secara meluas, dan yang ketiga dari LPM Prima yang menawarkan pemerataan sekolah yang ada di Kota Jember.
Dari ketiga tawaran tersebut, ada dua isu yang diperdebatkan antara buta aksara dan pendidikan. “Manifest kan mengusulkan pendidikan, Manifest pernah liputan di suatu daerah wilayah Jember yang sudah maju kenapa masih ada sekolah yang gedungnya tidak terawat. Memprihatinkan,” kata Joko. Ia juga menambahkan bahwa isu pendidikan Kota Jember ditawarkannya agar pembahasan bisa luas, sehinga LPM yang berbasis studi tertentu tidak kesulitan mengawalnya.
Sedangkan isu buta aksara yang ditawarkan oleh UKPM Tegalbolo lebih spesifik. “Buta aksara ini lebih dilihat dari efeknya. Efek dari buta aksaranya, kayak pembangunan lembaga pendidikan yang tidak merata sehingga satu daerah ini gak ada lembaga pendidikannya,” ungkap Joko. UKPM Tegalboto juga sudah menyiapkan Term of Referensce (TOR) untuk isu ini, hanya saja belum sempat dicetak. Hal ini karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya mengenai TOR. Pembahasan isu buta aksara ini juga sudah memetakan bentuk pengawalan, dengan siapa PPMI akan bekerja sama, dan capaian dari pengawalan yang dilakukan.
Sempat terjadi kebingungan di forum karena isu yang ditawarkan berkaitan dengan pendidikan. Namun dari forum tersebut, pemilihan isu kota berakhir dengan lobbying. Isu kota terpilih yang akan dikawal oleh PPMI Kota Jember adalah buta aksara.[]