Ramainya isu Black Campaign dalam pemilihan umum presiden tahun ini turut menjadi perhatian mahasiswa. Dalam sosialisasi dan seminar bertema Politik Cerdas untuk Demokrasi yang Berbudi Pekerti, isu Black Campaign turut dibahas. Acara yang diadakan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) komisariat sastra, Universitas Jember berkerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember diikuti berbagai kalangan mahasiswa pada Rabu (02/07) kemarin, di kedai Kopi Miring Jember.
Habib M. Rohan, anggota KPU Kabupaten Jember sekaligus pembacara dalam acara tersebut menyatakan Black Campaign terdapat dalam Undang-undang pemilu sebagai sebuah pelanggaran pemilu, “Black campaign itu sudah diatur dalam UU pemilu, khususnya presiden no 42 tahun 2008. Memang itu dilarang, melanggar pidana pemilu. Namun, faktanya Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) sampai tataran ke bawah itu memang punya kesulitan menanganinya,” kata Habib.
Ketidaksanggupan Banwaslu menurut Habib terdapat pada keterbatasan wewenang. “Banwaslu sebagai bagian penyelenggara pemilu mengalami kesulitan karena dibatasi sebuah prosedur yang membatasi untuk merespon dan menanggapi serta menindaklanjuti kejadian-kejadian yang ada di lapangan,” jelas Habib. Banwaslu hanya berwenang dalam menampung laporan kemudian melaporkan kepada pihak berwajib terkait pelanggaran yang terjadi. Jadi banwaslu tidak dapat melakukan tindakan hukum. Penanganan selanjutnya terdapat pada kepolisian untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Habib menambahkan dalam kasus Black Campaign berbentuk media tertulis yang belakangan ramai di berbagai media merupakan salah satu kasus Black Campaign yang harusnya sedang ditangani kepolisian. Namun ia menyatakan dalam kasus ini kepolisian justru tidak bekerja secara maksimal, “Kepolisian yang punya kemampuan alamiah dalam memberi pasal-pasal pidana terhadap kasus itu, sekarang selalu beralibi. Memang dalam hal ini nuansanya politik, hukum dinegeri ini mash dibawah politik,” tandasnya.[]
Penulis : Nurul Aini