Tuntutan Pencabutan UU KPK Belum Terpenuhi, Mahasiswa Jember akan Aksi Lagi?
Pada Senin (23/09) kumpulan anggota dari anggota Cipayung plus dan mahasiswa sejember melakukan aksi turun jalan. Cipayung adalah forum komunikasi dan kerja sama lima kelompok Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (Omek). Pukul 08.00 WIB para peserta aksi mulai berkumpul di Double Way Universitas Jember (UJ). Pukul 08.59 WIB peserta aksi mulai melakukan long march hingga tiba di titik aksi, yaitu depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember. Di setiap perjalanan menuju titik aksi, para peserta aksi menyuarakan yel-yel dan membawa bendera merah putih serta membawa tulisan yang berisi seruan tuntutan.
Aksi bertajuk Tolak Regulasi Ngawur! ini sudah direncanakan dari jauh hari, Andi Saputra yang merupakan koordinator lapangan (korlap) mengemukakan jika sudah melakukan konsolidasi dan diskusi dengan anggota Cipayung. Anggota Cipayung memandang tanggal 23 September untuk melakukan aksi merupakan momentum yang sangat tepat. “Kita sering diskusi bersama kawan-kawan berkonsolidasi memang memandang momentum 23 September ini adalah gerakan serentak senasional jadi kita lakukan hari ini,” ujar Andi.
Aksi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) ini terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Malang, Bandung, dan Makasar. Beberapa RUU yang ditolak yaitu RUU pertanahan, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU permasyarakatan (RUU PAS) serta Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Ada empat poin yang ditolak oleh mahasiswa dalam aksi Tolak Regulasi Ngawur! “Empat hal yang kita tolak, dan itu tidak pro reformasi dan bagi kami itu penghianatan reformasi,” ucap Andi.
Pertama, UU KPK yang telah menabrak prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan. Materi-materi pasal yang disepakati sangat berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kita menolak undang-undang KPK karena undang-undang tersebut memungkinkan korupsi itu akan merajalela,” ungkap Andi.
Kedua, RUU pertanahan mengandung unsur liberalisasi tanah. Politik hukumnya tidak lagi berpihak pada kesejahteraan petani.
Ketiga, draft RKUHP terdapat pasal kontroversial yang membuat rancu setiap penegakan aturan hukum dan berpotensi untuk memenjarakan seseorang dalam melindungi kekuasaan, mengkritik presiden, dan wakil presiden juga diharamkan dalam RUU ini.
Keempat, RUU permasyarakatan menurunkan efek jera yang seharusnya dirasakan oleh para pidana, bukan memberi hak rekreasi dan cuti bersyarat bagi napi.
Setelah melakukan orasi secara bergantian di bundaran DPRD Jember, tepat pukul 09.58 WIB peserta aksi mulai memasuki pintu gerbang DPRD. Di depan gerbang sudah berjajar aparat kepolisian yang berjaga. Di depan pintu Gedung DPRD beberapa perwakilan peserta aksi menyampaikan orasi. Setelah beberapa menit perwakilan peserta aksi dipersilakan masuk ke dalam gedung untuk audiensi.
Hasil dari audiensi tersebut, yaitu DPRD Jember menyatakan mendukung penuh mahasiswa sejember untuk menolak RUU PAS, RUU pertanahan, RKUHP, dan UU KPK. Pernyataan ini ditandatangani di atas materai 6000 oleh Dedy Dwi Setiawan, salah satu Pimpinan DPRD Jember.
Andi menuturkan bahwa saat audiensi kertas yang berisi pernyataan sikap sudah dimasukkan ke dalam mesin faksimile untuk dikirim ke nomor DPR RI. Namun, aparat keamanan meminta korlap dan perwakilan mahasiswa turun kembali untuk menenangkan peserta aksi. “Setelah itu kan kita balik lagi dan ternyata belum terkirim dengan alasan sibuk,” ungkap Andi.
Pihak DPRD beralasan faksimile tersebut belum bisa dikirim saat itu, karena nomor DPR RI sedang sibuk. Hingga Selasa (24/ 09) belum ada kepastian apakah faksimile yang berisi pernyataan sikap tersebut sudah terkirim atau belum.
Meski DPR RI menunda pengesahan RUU Pertanahan, RUU PAS, dan RKUHP, namun Andi berpandangan bahwa masih ada yang perlu diperjuangkan yaitu UU KPK, karena Jokowi menolak mencabut UU KPK melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Andi menyatakan bahwa kemungkinan besar akan ada aksi turun jalan lagi di Jember yang berfokus pada UU KPK. “Dari tuntutan itu yang masih menggantung kan tentang UU KPK. Aksi selanjutnya ini kemungkian kita menyoroti persoalan-persoalan UU KPK sendiri. Jokowi masih kekeh tidak mau cabut,” terang Andi.
Muhammad Ridlo Nur Ramadhan mahasiswa Fakultas Hukum yang ikut serta dalam aksi menyampaikan RUU KPK yang disahkan menjadi UU KPK dan RUU permasyarakatan, RUU pertanahan, dan RKUHP bermasalah di beberapa poinnya, ”RUU-RUUnya bermasalah atau memiliki poin-poin substansi yang tidak jelas misalkan UU KPK yang ada kemarin. Saat ini mahasiswa kembali turun untuk mengemukakan atau menyuarakan aspirasi rakyat dimana RUU yang ada pada saat ini cendrung tidak membela ke rakyat,” ungkap Ridlo.
Ridlo menyampaikan jika aksi ini merupakan salah satu bentuk keresahan dari mahasiswa yang notabenenya mahasiswa sebagai agen of change atau agen of control turun ke jalan untuk menyuarakan atau mengemukakan aspirasi rakyat. “Bentuk keresahan akhirnya turun ke jalan lagi setelah 1998, 21 tahun yang lalu mahasiswa menolak atau melakukan reformasi kepada rezim yang dzolim orba digantikan dengan waktu reformasi,” ungkap Ridlo.
Ridlo berharap RUU yang akan disahkan dikaji lebih dalam, sebaiknya DPR tidak terburu-buru dalam mengesahkan RUU. “Semua RUU yang mau disahkan atau yang mau masuk dalam Prolegnas pada saat ini yang masih cacat dalam materilnya tidak disahkan terlebih dahulu karena butuh kajian lebih dalam dan perlu ada tranformasi lagi,” harap Ridlo. []
Penulis : Khuzaimatus Sholihah
Editor : Yuniar Putri