Menggurat Visi Kerakyatan

Teater II Sastra Indonesia Observasi ke Lokalisasi

659

Orang-orang di Tikoengan Djalan merupakan naskah karya W.S. Rendra. Mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2014 mementaskan naskah ini Kamis lalu (25/5) di Gedung Pusat Kegitan Mahasiswa Universitas Jember. Dalam proses penggarapannya, mereka melakukan observasi ke salah satu lokalisasi pekerja seks di Jember.

“Rencana kami ke Gerbongan buat observasi situasi. Suasana di sana itu seperti apa,” ujar Dawud Nuhandika, sutradara pementasan. Gerbongan yang Dawud maksud adalah sebutan untuk sebuah tempat mangkal beberapa pekerja seks. Bertempat di Jl. Wijaya Kusuma. Jalan itu dekat dengan Stasiun Jember. Dari jalan itu pula terlihat beberapa gerbong kereta yang sudah tidak layak beroperasi, diletakkan di sudut stasiun. Bila malam tiba, tempat itu menjadi sumber penghasilan bagi pekerja seks.

Naskah Orang-orang di Tikoengan Djalan mengisahkan berbagai kejadian yang dialami orang-orang yang berada di lokalisasi pekerja seks. Untuk memahami suasana lokalisasi yang sesungguhnya, Dawud mengajak para aktor ke Gerbongan.

Pekerja seks di Gerbongan didominasi oleh waria. Dawud sendiri mengaku sering ke sana. “Kalau situasi di Gerbongan aku cukup tahu. Kan sering ke sana. Banyak bencongan,” tambah Dawud. Tempat itu, menurut Dawud, menjadi tempat yang aman untuk meneguk minuman beralkohol.

Sepuluh mahasiswa mengendarai lima motor, menuju Gerbongan malam itu. Dua laki-laki dan delapan perempuan. Mereka menyebar di beberapa titik. Berusaha mengenali situasi Gerbongan. Namun tidak semua titik terdapat pekerja seks. Dawud hanya menemukan mereka di sebuah warung. “Gak semua titik didatengin bencongan. Contoh di sebuah warung itu tempat kumpulnya bencongan,” jelasnya.

Mereka pun mengobrol dengan beberapa waria. Anehnya, waria-waria itu berbicara kepada mereka tanpa nada menggoda atau menawarkan diri. Dawud menduga waria itu paham yang datang bukanlah pelanggan. “Mungkin tahu kalau observasi. Malah aku dikasih tahu tempat lokalisasi baru,” kata Dawud.

“Sebenarnya mau ke tempat pelacuran yang lain. Ada di Puger, ada juga di Pakusari,” tutur Dawud. Namun niat untuk pergi ke lokaliasai lain urung dilakukan. Dawud dan teman-temannya mempertimbangkan berbagai risiko. Mereka khawatir pada keselamatan aktor perempuan. “Bisa-bisa ditawar beneran,” tambahnya.

“Akhirnya masalah tingkah laku pelacur dan selebihnya disarankan lihat dari referensi film-film, seperti Jakarta Under Cover,” terang Dawud. Mereka pun melakukan pendalaman peran dengan menonton film. Sampai akhirnya mahasiswa yang memenuhi Mata Kuliah Teater II ini, suskses mementaskan Orang-orang di Tikoengan Djalan. []

Leave a comment