Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Manifest menggelar launching portal berita persmanifest.com. Launching ini dibarengi diskusi bertema “Maraknya Pemberedelan Pers Mahasiswa dan Kebebasan Berpendapat di Era Digital”. Acara ini dilaksanakan di Ruang 1 Fakultas Teknik Pertanian Universitas Jember (FTP UJ), pada Sabtu (21/11). LPM Manifest mengundang LPM se-Jember, delegasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan juga Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) FTP UJ untuk turut memeriahkan acara launching dan diskusi ini.
Media online LPM Manifest sebelumnya masih berupa blog. “Sempat ada dosen yang bilang, kok kalian kelihatannya gak serius? Nulis berita di blog,” tutur Joko Cahyono, Pemimpin Umum LPM Manifest. Berangkat dari hal tersebut, LPM Manifest ingin membuktikan keseriusannya dengan membuat portal berita menggunakan domain pribadi.
Dengan adanya launching ini, LPM Manifest resmi memiliki portal berita dengan domain sendiri. “Sekarang sudah menjadi wajah baru, persmanifest.com,” jelas Nadia Putri, ketua panitia launching. Nadia menjelaskan bahwa portal berita permanifest.com ini dapat menjadi ruang LPM Manifest agar semakin leluasa memuat tulisan dan karyanya. Mengingat hal ini juga berimbas pada semakin besarnya tanggung jawab redaksi pada media online yang sudah beralih dari blog ke website dengan domain pribadi. “Bisa terus berkarya dan bisa terus menciptakan edukasi yang baik,” jelas Nadia.
Tema diskusi kali ini diangkat dari isu-isu yang sedang marak terjadi di kalangan pers mahasiswa. “Akhir-akhir ini kan banyak pemberedelan pers mahasiswa, jadi melihat kenyataan ini, kami tertarik mengangkatnya,” tambah Nadia.
Diskusi pemberedelan pers mahasiswa di era digital ditemani oleh Ika Ningtyas, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Jember, dan Dian Teguh Wahyu Hidayat, wartawan Radar Semeru. “Apa yang dilakukan LPM Manifest sudah tepat ketika kita harus berkonvergensi di era digital,” ungkap Ika. Ika menjelaskan mengenai pemanfaatan media online yang dapat meminimalisir pemberedelan. Selain lebih murah, pemberedelan media online lebih rumit. “Karena penyebaran informasinya lebih meluas,” jelas Ika.[]