Kim Ji Young Born 1982, Perempuan dalam Lingkungan Patriarki
Judul Film : Kim Ji Young Born 1982
Sutradara : Kim Do Young
Skenario : Yoo Young A dan Ki Do Young
Bahasa : Korea
Durasi Film : 1 jam 58 menit
Tanggal Rilis (Indonesia) : 20 November 2019
Pesan singkat masuk dari petugas jasa pengiriman barang. Kim Ji Young menerima paket dari ibu mertuanya. Ia segera menghubungi ibu mertuanya dan mengucapkan terima kasih atas obat herbal pemberian ibu mertuanya. mengatakan akan mengkonsumsinya sekaligus bekerja keras saat di tempat kerjanya nanti. Ibu mertuanya terkejut mendengar perkataan Ji Young. Ji Young berujar akan bekerja sedangkan suaminya akan mengambil cuti kerja. Setelah itu ibu mertuanya memarahi Ji Young karena ia menghalangi pekerjaan suaminya.
Begitulah adegan dalam film Kim Ji Young Born 1982 pada menit ke 78. Film yang disutradarai oleh Kim Do Young ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Cho Nam Joo. Mengutip dari The Korea Herald, Kim Doynong merasa takut nilai dan pesan novelnya tidak tersampaikan melalui film, nyatanya Kim Do Young membuktikan keberhasilannya dengan meraih penghargaan Sutradara baru terbaik dalam Baeksang Arts Award. Film ini merupakan karya film panjang pertama Do Young setelah menyutradarai film pendek pada tahun 2012 yang berjudul The Monologue. Film pendek ini mendapatkan Best Picture dalam Seoul International Women’s Film Festival.
Film Kim Ji Young Born 1982 menceritakan kisah seorang wanita Korea yang bernama Kim Ji Young diperankan oleh Jung Yu Mi. Ia adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak dan seorang suami Dae Hyeon (Gong yo) yang bertanggungjawab. Sekilas nampak seperti keluarga yang sempurna, namun ternyata Ji Young tidak bahagia. Ia tidak bahagia hanya menjadi ibu rumah tangga. Ketidakbahagiaan ini karena ia ingin kembali bekerja namun lingkungannya tidak mendukung untuk Ji Young kembali berkarir. Mengangkat isu patriarki film ini menarik jika dibicarakan.
Patriarki sering kali mengakibatkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender terpotret dalam beberapa adegan seperti adegan dimana Dae Hyeon ingin membantu Ji Young mencuci piring namun ibunya melarang padahal Ji Young kesusahan mengerjakan tugas dapur seorang diri. Adegan lainnya adalah Ji Young ingin berganti peran dengan Dae Hyeon, Dae Hyeon akan mengusurus anak sementara Ji young kembali bekerja. Keputusan ini ditolak mentah-mentah oleh ibu mertuanya. Terdapat pula adegan dimana keluarga dari Dae Hyeon sedang berkumpul, di sana ada kakak dari Dae Hyeon yang juga seorang perempuan, akan tetapi yang mengurus makanan di dapur hanya Ji Young.
Saya sangat terkesan dengan akting Jung Yu Mi. Ia berhasil menyampaikan bagaimana besar tekanan yang Ji Young alami. Ji Young mengalami postpartum depression yaitu keadaan ketika seorang ibu merasakan sedih dan bersalah setelah melahirkan. Pelecehan seksual yang hampir dialami Ji Young di masa lalu memperparah depresi ini.
Menonton film ini, saya menyadari jika ketidakadilan gender masih ada dan mungkin memang tidak pernah hilang. Dalam rumah tangga perempuan akan berusaha keras untuk mengurus semua keperluan suami dan anak. Melepaskan cita-cita untuk menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan laki-laki bekerja, tidak terkekang pekerjaan rumah. Seperti mencuci baju, menyapu, dan memandikan anak. Saat perempuan ingin bekerja tidak diperbolehkan, katanya nanti siapa yang akan merawat anak. Akhirnya perempuan menyerah berkarir. Budaya patriarki itu ada.
Patriarki adalah sistem sosial dimana laki-laki merupakan pemegang kekuasaan di dalam sosial, politik, bahkan dalam rumah tangga. Budaya patriarki di Korea Selatan masih banyak ditemukan. Ini dapat ditunjukkan dengan adanya adegan-adegan dalam drama Korea dimana memusatkan semua kepada kaum laki-laki. Perempuan Korea dituntut untuk menjunjung nilai-nilai tradisional, mereka harus mengatur keadaan keluarga agar tetap stabil. Dalam sejarahnya, perempuan adalah bagian dalam masyarakat yang cenderung terpinggirkan.
Fenomena yang ada dalam film Kim Ji Young Born 1982 masih relate dengan apa yang ada dan terjadi di Indonesia. Kontruksi peran perempuan yang memasak, menyapu, mengasuh anak, dan membuat perempuan menyerah dengan karir dan tidak berpartisipasi dalam dunia kerja.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) per Februari 2020 untuk laki-laki lebih besar 69,17% sedangkan untuk perempuan 54,06%. Ini menunjukkan bahwa partisipasi laki-laki masih lebih dominan dibanding dengan perempuan. Menurut Data BPS bulan Agustus 2020 upah buruh berdasarkan jenis kelamin untuk laki-laki berjumlah RP 2.980.000, untuk perempuan dengan jumlah RP 2.354.599. Hal ini juga menunjukkan jika perempuan masih di bawah gaji laki-laki.
Dalam hal apapun seharusnya memang tidak ada perbedaan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan. Baik dalam tugas rumah tangga, pekerjaan, politik, dan lain sebagainya. Perempuan juga memiliki kesempatan dan dapat menduduki tingkatan yang setara dengan laki-laki. Dengan bersamanya peringatan hari Perempuan se-dunia pada hari ini (08/03) saya berharap tidak ada lagi perempuan yang menyerah pada karirnya karena kontruksi gender yang salah. Perempuan bisa bekerja, laki-laki bisa mengurus anak. Mengurus anak bukan kodrat perempuan. Namun tugas kedua orang tua.