Pesta Demokrasi tahun 2014 menjadi ajang para calon kandidat berlomba mengkampanyekan diri. Media pun tak luput menjadi lahan basah bagi mereka untuk berkampanye. Hal tersebut menyita perhatian Aliansi Jurnalis Idependen (AJI) Jember, untuk mengadakan talkshow pada Sabtu (19/10), bertajuk, ‘Independensi Media dalam Pilkada Jatim 2013 dan Pemilu 2014.
Sebagai pembicara, AJI Jember mendatangkan Suwarjono, Sekertaris Jenderal AJI, Muhammad Daud, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, dan Aga Suratno, Pengurus Daerah Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia Jawa Timur.
Pemilu 2014 merupakan era menguatnya kembali arus politik, partai politik berupaya menciptakan citra sebaik mungkin di lewat media. Sehingga dikhawatirkan politikus rela membayar berapapun agar bisa memanfaatkan peran media. Unsur keberpihakan yang dilakukan wartawan, termasuk tindakan melanggar independensi dan kode etik bagi jurnalis.
Terbukti dengan banyaknya media yang mencuri start untuk menyangkan tayangan kampanye. Muhammad Daud menyatakan bahwa, ada beberapa media yang melakukan pelanggaran penayangan kampanye, “Sudah ada 7 TV lokal dan 10 radio lokal di Surabaya yang sudah menayangkan iklan kampanye sebelum waktu kampanye,” ujar Daud.
Daud juga mengatakan, tidak ada hukum maupun undang-undang yang lebih terperinci, dalam mengatur adanya batasan untuk berkampanye melalui media. Tidak ada pula kepastian hukum, keadilan, sistem yang mendorong berdirinya independensi. “Dalam undng-undang hanya mengatur durasi penayangan kampanye, 10 menit untuk media televisi, dan 20 menit untuk radio. Tidak ada undang-undang berapa kali kampanye harus di tayangkan, itu juga menjadi celah untuk media tidak berpegang teguh pada independensi.”
Di sisi lain Talkshow yang digelar di Aula Lantai II, Gedung Prosalina Jember ini, merupakan bentuk kepedulian AJI Jember terhadap para jurnalis yang mengalami tindak kekerasan, baik fisik maupun pencemaran nama baik. Seiring keberanian seorang jurnalis untuk bersikap independen dalam pemberitaan, ternyata ancaman terhadap terhap kerja mereka semakin tinggi. Ujung-ujungnya yang terjadi tak hanya kekerasan secara individu, melainkan penyerangan massa kepada perusahaan media. []