Fenomena pedagang musiman kembali marak di bulan Ramadan. Para pedagang tersebut membuka lapak mereka di pinggir jalan dan trotoar. Seperti pedagang di daerah sekitar Universitas Jember (UJ). Mereka berjualan sejak hari pertama bulan Ramadan hingga H-7 menjelang Hari Raya di akhir bulan Juni 2016 mendatang.
Beberapa pedagang berjualan demi memenuhi keperluan lebaran nanti. Didi merupakan seorang perempuan paruh baya yang berjualan di depan pintu gerbang Fakultas Ekonomi UJ. Didi tidak merasa keberatan bila harus mencari rezeki di jalanan. “Dibilang repot enggak sih ya, kewajiban karena sudah begitu tiap harinya jualan,” tutur Didi pada Jumat (10/6).
Sebenarnya Didi memiliki pekerjaan tetap dengan berjualan di kantin sekolah. Namun setiap bulan puasa kantin sekolah tutup, sehingga tahun ini Didi membuka lapak di pinggir jalan. Hal ini dilakukan untuk mencari penghasilan lain pengganti kerjanya sehari-hari. “Karena hari-hari biasanya di kantin, alternatifnya di jalan ya, buat ngisi kekosongan kan ya istilahnya“ ujar Didi.
“Apalagi ini kan jalan raya sebenarnya bukan untuk berjualan. Apalagi trotoar, gak boleh kan seharusnya. Butuh tempat seharusnya,” kata Didi. Ia menyadari keberadaannya mengganggu pengguna jalan raya dan trotoar.
Pedagang seperti Didi membutuhkan ruang untuk berjualan. Meski terkadang keberadaan ruang-ruang untuk berdagang hanya bisa diakses dengan penarikan retribusi. “Pasti butuh (ruang berjualan). Gak masalah, yang penting kita diarahkan. Jelas pengarahannya,” tukas Didi. Didi setuju bila ada tempat khusus bagi pedagang sepertinya, walaupun membayar retribusi.
Pedagang musiman seperti Didi banyak ditemui di sekitar Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, sampai Jalan Bangka Kabupaten Jember. Mahasiswa dan masyarakat sekitar kampus UJ merasa keberadaan pedagang seperti Didi sangat membantu. Pembeli biasanya mencari takjil maupun makanan untuk berbuka puasa. “Terbantu banget, soalnya kan ada yang gak masak itu kan, terus ada banyak takjil. Soalnya gak mungkin kan buat sendiri semuanya buat sendiri“ ujar Syarofah, salah seorang mahasiswa Fakultas Sastra UJ. Selain itu harga yang ditawarkan juga terjangkau untuk kantong mahasiswa, seperti harga untuk segelas kolak yang bisa didapat hanya dengan lima ribu rupiah saja.
Namun, para pedagang yang berjualan di sekitar kampus UJ menyebabkan lalu lintas di jalan menjadi terganggu. Hal ini disayangkan oleh pembeli. “Kalau disini macet ya semua dari arah berlawanan juga macet,” tambah Syarofah. Padatnya jalanan oleh lapak pedagang dan pembeli serta kendaraan bermotor yang terparkir di pinggir jalan. Hal ini mengganggu laju lalu-lintas para pengguna jalan, sehingga menuai kemacetan. []
Reporter: Abdul Haris Nusa Bela
Editor: Rosy Dewi Arianti Saptoyo