Pasar tradisional merupakan bukti adanya pengembangan perekonomian yang dilakukan, dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri. Seharusnya otonomi daerah memberikan ruang khusus bagi keleluasaan peran masyarakat lokal dalam mengembangkan potensi sosial ekonominya secara mandiri. Pasar tradisonal selayaknya mampu mengakomodasi potensi lokal. Di sisi lain pasar tradisional merupakan basis perekonomian bagi rakyat kecil. Dari sana tercipta sebuah sarana perlindungan terhadap pemberdayaan laju ekonomi kerakyatan.
Pemanfaatan potensi lokal tersebut meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sosio kultural. Akses barang barang produksi berasal dari daerahnya sendiri. Para pedagang bisa mengakses sayuran, buah-buahan, ternak, dll dari daerahnya sendiri. Berbelanja di pasar tradisional merupakan sebuah upaya untuk menghargai hasil kerja para petani, nelayan, peternak, dan pelaku usaha kecil lain dalam ruang lingkup lokal. Mendorong adanya komitmen untuk berani bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, membuat pasar tradisional secara kontinyu dengan mudahnya akan mensosialisasikan nilai-nilai kedaerahan.
Selain pasar tradisional juga turut membuka peluang bagi keberadaan mata pencaharian lain. Hal lain, kebudayaan atau moralitas sosial di daerah setempat menjadikan warna sendiri bagi pasar tradisional. Bagaimana sebuah pasar bisa menjadi ikon bagi corak kebudayaan dari daerah serempat. Misalnya saja di Jogja atau Bali, di pasar tradisional pusat kota, tentu saja banyak kita temukan komoditas yang mencerminkan corak kedaerahan. Tentu saja bukan hanya komoditas kedaerahan, akan tetapi ada ada pula aspek relasi sosial berciri khas daerah tersebut yang akan kita temui.
Pasar tradisional yang memanfaatkan potensi daerah seolah menciptakan arena perekonomiannya sendiri. Mereka hidup di dalam lingkaran daerah. Maka dari itu tidak terpengaruh dengan gejolak ekonomi yang terjadi di luar daerahnya. Terlebih tak terkena dampak krisis ekonomi yang masuk dari luar dirinya.
Di pasar modern terdapat label harga dan peletakan barang yang tertata memunculkan budaya bungkam. Para konsumen akan saling diam ketika mengantri di depan kasir. Di pasar modern terdapat penihilan nilai pertemuan penjual dan pembeli, ladang pencarian nafkah bagi rakyat kecil, pemenuhan kebutuhan, sekaligus disulap menjadi ruang rekreasi dan bersenang-senang. Pasar tak lagi memiliki fungsi sosialnya. Selain itu kerap kali keberadaan pasar modern mengasingkan kebutuhan masyarakat akan pasar tradisional.
Oleh karena itu maka pasar tradisional tak sekedar tempat untuk jual-beli saja. Akan tetapi pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian rakyat kecil di daerah, warisan budaya, dan ladang pemenuhuan kebutuhan berintaraksi sosial.
Perlindungan dari pemerintah daerah terhadap gerak hidup pasar tradisional sangat dibutuhkan. Di dalam ladang yang menjadi tulang punggung bagi laju ekonomi masyarakat kecil tersebut, pasar tradisional membutuhkan bantuan berupa antisipasi dari pemerintah terhadap daerah segala hal yang mengganggu eksistensinya.
Selain itu upaya melindungi nilai-nilai tradisional dalam pasar setidaknya dilakukan. Adanya interaksi sosial antara pedagang dan pembeli yang menciptakan kedekatan emosional harus dilestarikan. Hal tersebut merupakan warisan sosial yang butuh untuk dilestarikan.
Pemerintah daerah mempunyai peranan sentral dalam mengatur pola perkembangan perekonomian. Mengawasi perekonomian tanpa monopoli atau bahkan oligopoli dan melindungi kesejahteraan rakyat kecil harus dilakukan. Selain itu pemerintah daerah juga berwenang dalam penertiban peraturan perundang-undangan, transparan, melindungi kelompok yang lemah terhadap perlakuan ekspoitasi pada ranah perekonomian.
Di daerah, pemerintah daerah layaknya bertindak sebagai wasit yang berwenang menjatuhkan sanksi pidana maupun administratif bagi pelaku persaingan usaha yang tidak sehat. Perilaku yang adil, jujur, dan bertanggung jawab menjadi harapan rakyat kecil. Pemerintah daerah merupakan pihak yang paling berkompeten dalam implementasi manajerial pengaturan perizinan pendirian pasar modern dan pengelolaan pasar tradisional. Maka dari itu akan menjadi hal yang aneh ketika pemerintah daerah masih segan melakukan upaya perlindungan terhadap laju jalur ekonomi kerakyatan. Bukankah dia dipilih untuk meindungi yang lemah. Namun yang terjadi justru sebaliknya.[]