Menggurat Visi Kerakyatan

Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu, Angkat Isu Marak di Indonesia

1,120

Reklamasi Teluk Jakarta saat ini menjadi sorotan masyarakat  dan sedang marak diperbincangkan. Hal ini menjadi alasan Lembaga Pers Mahasiswa Pertanian (LPMP) Plantarum memilih Film dokumenter berjudul Rayuan Pulau Palsu untuk ditayangkan dan didiskusikan dalam acara Ngaji Film pada Jumat (14/10) di Gedung Graha Sabha Wyawasaya Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Ngaji film dimulai dari jam 19.30 WIB dengan persembahan musikalisasi dari UKSW Panjalu, dilanjutkan dengan pemutaran film kemudian diskusi. Acara ini dihadiri sekitar 25 mahasiswa yang terdiri dari berbagai LPM se-Jember sekaligus UKM dan HMJ mahasiswa pertanian.

Film dokumenter dengan durasi 60 menit ini memaparkan tentang suara-suara rakyat kecil yang tinggal di pantai utara Jakarta, tepatnya di Muara Angke. Kehidupan sehari-hari warga disuguhkan dengan berbagai keluh kesah mereka atas hasil tangkapan yang semakin menipis sejak reklamasi itu dimulai. Bentuk-bentuk penolakan warga atas teluk Jakarta ini juga ditampilkan dalam film. Seorang nelayan bernama Ilyas yang berusia 70 tahun menjadi salah satu aktor dalam film ini yang kehidupannya banyak dimunculkan.

Setelah pemutaran film selesai, penonton duduk melingkar untuk melanjutkan diskusi dengan Yeni Anggun dan Mia Ayu Oktafia sebagai pemantiknya. Kopi dan snack ikut menemani peserta dalam diskusi malam itu.

Susi Hardiati mengawali diskusi dengan sebuah pertanyaan tentang alasan pemilihan topik reklamasi. Para pemantik menjawab bahwa topik ini diambil dengan tujuan mengangkat isu yang sedang ramai diperbincangkan yakni reklamasi. Selain itu, mereka berharap dari diskusi ini semua peserta dapat belajar tanggap dalam masalah di Indonesia, seperti tertuang dalam visi LPMP Plantarum yakni tahu, tanggap dan tandang.

Jawaban selesai disampaikan, pemantik meminta pendapat peserta secara bergilir. Berbagai pendapat diungkapkan peserta dalam menanggapi topik malam itu, baik itu pro, kontra maupun netral sekalipun.

Dari seluruh peserta terdapat sekitar 11 peserta yang kontra akan adanya reklamasi, mereka menganggap reklamasi sangat merugikan kehidupan sosial ekonomi kaum bawah dan sekaligus berdampak buruk pada lingkungan. Sedangkan dari pihak pro reklamasi, terdapat sekitar 7 orang yang berpendapat bahwa setiap gerakan reformasi pasti memiliki tujuan baik meskipun terdapat dampak yang menyertainya. Dalam reklamasi sendiri, pemerintah ingin memperbaiki tatanan kota menjadi semakin baik. Kedua pernyataan dari pihak pro maupun kontra ditolak oleh pihak netral yang berjumlah sekitar 5 orang. Mereka beranggapan bahwa media yang membahas tentang reklamasi ini pasti memiliki maksud. Bisa saja film itu dibuat oleh pihak yang kontra dengan gubernur DKI saat ini, melihat saat ini sedang maraknya pergantian gubernur. Sehingga mereka tidak mendukung di pihak manapun.

Setelah peserta selesai mengungkapkan pendapat secara bergilir, Mia menutup acara dengan memberikan kesimpulan. Kesimpulannya yakni bahwa diskusi ini memberikan pengetahuan bagi mahasiswa yang sebelumnya tidak tahu tentang masalah reklamasi di Jakarta sekaligus mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan skeptis agar tidak mudah terpengaruh dengan berbagai media informasi. Selain itu, karena peserta lebih banyak dihadiri oleh kawan-kawan pers mahasiswa yang bergerak di dunia tulisan, diharapkan mampu menyampaikan aksinya dengan memberikan media yang baik bagi masyarakat.  “Kita sebagai mahasiswa jangan terprovokasi dengan media-media yang ada, namun harus berpikir dengan tajam ada apa dibalik semua,” ungkap Mia. []

Leave a comment