Perbaikan Drainase Molor, PKL dan Pejalan Kaki Merindukan Haknya
“Kalau PKL digusur, mahasiswa juga susah, PKL juga susah. Mau usaha apa lagi? Kita butuh solusi,” ucap Slamet, salah satu Pedagang Kaki Lima (PKL) nasi kuning di Jalan Jawa. Slamet menanggapi kemoloran perbaikan saluran air (drainase).
Perbaikan drainase di wilayah Universitas Jember (UJ) merupakan salah satu program Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Jember tahun anggaran 2017. DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air mempunyai tugas utama membangun infrastruktur jalan dan fasilitas sumber daya air.
Sudarsono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air menjelaskan bahwa tujuan dari perbaikan drainase adalah untuk menanggulangi banjir dan menata wilayah kampus. “Memang tujuan dilaksanakannya kegiatan itu, satu, untuk menanggulangi banjir khususnya di Jalan Jawa yang hampir tiap tahun terjadi, kedua, menata wilayah kampus, tentunya agar lebih rapi dan tertata ke depannya,” ucap Sudarsono.
Wilayah yang sedang diperbaiki saat ini mencakup tiga lokasi yaitu Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, dan Jalan Mastrip. Namun Sudarsono juga mengungkapkan jika proyek ini berhasil, maka ia berharap dapat melanjutkannya di lokasi lain. “Ya harapan kami kalau ini nanti memang berhasil itu Jalan Sumatra, Bengawan Solo, Mastrip, kami lanjutkan Jalan Riau, Jalan Karimata ya itu memang menjadi agenda kami ke depan,” ucapnya.
Sudarsono menjelaskan bahwa akan ada perubahan model dan corak trotoar di sepanjang Jalan Jawa. Ukuran dimensi trotoar di Jalan Jawa awalnya adalah 10 cm X 20 cm dan memiliki tebal 6 cm. “Yang baru ini 20 x 20 x 6 cm jadi ada perubahan, baik ukuran maupun corak. Memang harapan kami agar wilayah kampus lebih indah akan terwujud,” ungkap Sudarsono.
Sudarsono juga menyadari bahwa trotoar adalah fasilitas yang disediakan untuk pejalan kaki. Akan terdapat fasilitas baru di trotoar Jalan Jawa yaitu penambahan lajur untuk difabel. “Itu sudah diatur dalam undang-undang dan dituangkan dalam Perda maupun Perpu setiap membangun trotoar harus dilengkapi dengan lajur difabel, dalam hal ini untuk orang-orang yang tuna netra,” ucap Sudarsono. Peraturan yang dimaksud Sudarsono adalah Undang-Undang pasal 45 ayat (1) Nomor 22 tahun 2009 mengenai trotoar yang dilengkapi fasilitas khusus bagi penyandang cacat khususnya tuna netra.
Mengenai izin pelaksanaan proyek, pihak DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air melalui Sudarsono telah memberikan surat resmi kepada UJ dan mendatangi langsung Pembantu Rektor untuk koordinasi. “Saya khususnya dari wakil dinas nuwun sewu kepada Unej, Pembantu Rektor. Langsung ketemu. Surat kami layangkan untuk koordinasinya,“ ungkap Sudarsono.
Sedangkan untuk PKL, Pihak DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air mengaku telah melakukan sosialisasi mengenai pembongkaran trotoar guna perbaikan saluran air melalui perwakilan PKL. Yang menjadi perwakilan merupakan pengurus paguyuban PKL. “Sosialisasi dan kesepakatan kami buat melalui perwakilan dari PKL, mungkin sudah terbentuk dalam paguyuban, maupun langsung sosialisasi ke beberapa PKL,” terang Sudarsono. Kesepakatan yang dimaksud adalah kegiatan pembangunan akan tetap berjalan. Meski beberapa PKL harus meliburkan diri selama lokasi berjualan diperbaiki.
Soal bagaimana penggunaan trotoar pasca pembangunan, DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air sudah lepas tangan. Perihal pengaturan penggunaan fasilitas dan infrastruktur yang telah dibangun DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Jember. “Solusi jangka panjangnya gitu bukan kewenangan kami untuk mengatur. Ada tim khusus dari Pemkab yang akan mencari solusi gimana mengatur PKL-PKL yang ada di sekitar kampus maupun di tempat-tempat lain di wilayah Kabupaten Jember,” ungkap Sudarsono.
Dalam pengerjaan proyek ini, DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air bekerjasama dengan beberapa pihak yaitu Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan Rakyat, dan Dinas Perhubungan. Dinas-dinas terkait yang ikut andil dalam proses perencanaan trotoar pun memiliki tugas dan kewenangan masing-masing. “Jadi kayak lingkungan hidup, itu gimana pohon-pohon di sana agar tetap dipertahankan. Terus Dinas Perhubungan bagaimana menata lalu lintas wilayah kampus selama kami membangun harus lancar ya terus dinas-dinas lain juga gitu punya peran masing-masing,” ungkapnya.
Penebangan pohon beringin yang terjadi dalam pembangunan ini sebelumnya menimbulkan penolakan, karena dianggap tidak sesuai dengan arahan pihak-pihak terkait yang peduli dengan lingkungan. Namun pihak DPU menjelaskan hal ini dilakukan demi lancarnya proses pembangunan.
“Kami tebang, karena persis di bawah pohon-pohon yang kita tebang itu sekarang yang digali untuk saluran itu dan saluran itu tidak mungkin lagi kami geser baik ke dalam temboknya Unej maupun ke arah aspalnya,” ujar Sudarsono. Ia takut jika pohon tidak ditebang, maka akan terjadi penggeseran saluran air yang dikhawatirkan mengurangi lebar jalan.
Sesuai dengan kontrak yang telah ditandantangani, proyek penggalian trotoar ini dimulai pada 28 Juli 2017. Berdasarkan kontrak proyek akan berakhir pada 24 November 2017. Namun, karena adanya beberapa hambatan proyek akan diperpanjang selama 20 hari. Salah satu hambatan tersebut adalah musim hujan dan belum ada kesiapan lahan. Meski kontrak sudah berlaku, beberapa PKL masih ada yang berjualan di trotoar. “Pelaksanaan mereka kami tambah sampai 15 Desember nanti, jadi kalau dihitung-hitung kan satu bulan dengan tambahan 20 hari,” terang Sudarsono.
Pandangan PKL Soal Perbaikan Drainase
Di sepanjang Jalan Jawa terdapat puluhan PKL, mereka membentuk suatu paguyuban. Busar adalah koordinator PKL Jalan Jawa sejak tahun 2008. Ia adalah PKL ayam bakar di Jalan Jawa. Semenjak ada proses penggalian trotoar, Busar sudah berhenti berjualan untuk mengatur PKL di Jalan Jawa. Ia mengaku sebelum ada penggalian trotoar semua pengurus Paguyuban PKL dipanggil ke kantor DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air untuk diberitahu bahwa akan ada penggalian trotoar.
Tidak ada surat tertulis dari Dinas DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air mengenai penggalian tersebut. DPU Bina Marga hanya melayangkan pemberitahuan secara lisan kepada Busar dan pengurus PKL lain mengenai pembongkaran trotoar. “Sebelum ada penggalian itu, semua pengurus dari PKL dipanggil ke kantor DPU. Ya ada perjanjian cuma ndak ditulis, ya omongan gitu,” ungkap Busar. Perjanjian antara DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air dengan PKL yang dimaksud Busar adalah untuk tidak ada keributan, pekerja penggali dan PKL tidak saling mengganggu kegiatan masing-masing agar tidak terjadi keributan.
“Kalau sudah selesai, sudah jadi, sangat bermanfaat, malah lebih bagus,” ucap Busar. Ia berharap apabila perbaikan drainase telah rampung intensitas banjir di Jalan Jawa bisa berkurang dan adanya trotoar dengan wajah baru akan terlihat lebih rapi, karena tidak ada paving yang rusak.
Busar sempat resah mengenai adanya pemindahan lokasi berjualan PKL (relokasi). “Satu PKL itu pekerjanya paling sedikit dua. Umpamanya digusur berapa orang yang nganggur itu. Apa gak mikir ke sana pemerintah kalau sampai hati menggusur?” ujar Busar. Ia khawatir apabila benar-benar ada relokasi akan berdampak pada kenaikan tingkat pengangguran di Jember.
Slamet Riyadi, salah satu PKL nasi kuning di Jalan Jawa mengeluhkan minimnya fasilitas dari Pemerintah. PKL harus mengeluarkan biaya sendiri untuk pembuatan papan dari bambu. Papan bambu yang dibuat PKL digunakan sebagai jembatan, pengganti untuk trotoar yang sudah dibongkar, sekaligus difungsikan untuk tempat duduk pembeli. “Biaya sendiri bambunya,” ungkap Slamet.
Slamet menyatakan bahwa penggalian trotoar di Jalan Jawa juga berimbas pada menurunnya penghasilan yang ia peroleh. “Menurun jualannya, gak kayak bulan-bulan sebelumnya. Kan anak remaja sukanya makan di sini duduk-duduk, nongkrong-nongkrong gitu sekarang kan sudah gak bisa,” kenang Slamet.
Selama proses perbaikan drainase, Slamet tetap berjualan. Ia juga mengkhawatirkan nasib pejalan kaki, karena PKL terpaksa menggunakan badan jalan untuk berjualan. “Sekarang jalannya makin sempit, pedagang tambah menengah, kasian pejalan kaki. Kalau gak selesai-selesai dikerjakan, tambah lama,” ungkap Slamet.
Slamet juga merisaukan soal penggusuran pasca perbaikan drainase dan trotoar. “Kalau PKL digusur, mahasiswa juga susah, PKL juga susah. Mau usaha apa lagi? Kita butuh solusi,” ucap Slamet.
Pandangan Pejalan Kaki Soal Perbaikan Drainase
Siti Komaria, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya, sebagai pejalan kaki yang tinggal di Jalan Jawa VIII, setiap harinya melewati Jalan Jawa VII untuk sampai ke fakultasnya. “ Kalau mau berangkat ke kampus ya nyebrang dulu terus lewat Jalan Jawa VII,” ungkap Siti.
Siti merasa keberatan dengan aktivitas perbaikan drainase di Jalan Jawa yang tak kunjung usai. “Saya juga kan tiap harinya jalan kaki untuk kuliah. Proyeknya kok belum selesai-selesai, jalan makin sempit, saya jadi was-was untuk nyebrang,” ujar Siti.
Tak hanya itu, Siti juga mengeluhkan kemacetan yang bertambah parah di Jalan Jawa dengan adanya proyek tersebut. “Jalan Jawa sekarang tambah macet, proyeknya supaya cepet selesai biar kayak biasanya lagi,” terang Siti.
Selain itu, dengan adanya proyek perbaikan drainase yang dilakukan oleh DPU Bina Marga dan Sumber Daya Air juga berdampak pada banyaknya debu dan mengganggu pengguna jalan termasuk pejalan kaki. “Akibat proyek ini, banyak debu dan saya merasa dirugikan,” ujar Siti.
Siti mengaku sangat terganggu dengan penebangan pohon saat sebelum penggalian dimulai. Ia mengalami kesulitan tidur karena terganggu oleh suara gergaji mesin dan backhoe. “Ya mungkin bener waktu malam hari pengerjaannya, tapi suaranya itu sering mengganggu sekali. Apalagi sampek malem banget berisik, jadi gak bisa tidur,” ucap Siti.
Siti ingin agar PKL ditempatkan di pujasera yang strategis supaya saling menguntungkan bagi masyarakat dan PKL. “Untuk Pemkab, saya saran untuk dijadikan pujasera di Jalan Jawa biar PKL itu bisa pindah,” ungkap Siti.
Menurut Siti, selama ini haknya sebagai pejalan kaki telah diambil. “Trotoar itu supaya difungsikan seperti semestinya, kan trotoar itu untuk pejalan kaki bukan untuk berdagang,” ucapnya.[]
Penulis: Yuniar Putri Pratiwi, Sahara Megawati, dan Septian Trisahmi