Judul : Revolusi Pengharapan (The Revolution of Hope)
Pengarang : Erich Fromm
Penerbit : Pelangi Cendekia
Tahun Penerbit : 2007
Peresensi : Sadam Husaen Mohammad
Apa yang dimaksudkan menjadi manusia modern yang humanis? Mungkin begitu kira-kira yang ingin disampaikan oleh Erich Fomm (EF) melalui buku Revolusi Pengharapan ini. Melalui ilmu pengetahuan manusia begitu sukses menguasai alam. Kemudian semangat manusia untuk memaknai dirinya sendiri berpusat pada kebutuhan teknis dan materi akhirnya manusia kehilangan spiritualitas dan keyakinan, manusia seperti menemukan Tuhan yang baru yaitu “kalkulasi impersonal” atau semua yang dapat dikalkulasikan, diramalkan, dan difaktualisasikan sehingga mesin dijadikan sebagai berhala dan pada akhirnya menentukan pemikiran manusia.
Mungkin sekarang kita sedang menghadapi sebuah ancaman. Bukan ancaman yang remeh dan bukan juga komunisme ataupun fasisme melainkan masyarakat yang dimesinkan secara total untuk memproduksi dan mengkonsumsi. Manusia diberi makan dan hiburan secara pasif dan nyaris tidak punya perasaan, bahkan untuk mengungkapkan kesedihan dan kegembiraan pun sulit. Maka di sini EF menolak semua persepsi dan perspektif tentang pengharapan yang di setir oleh mesin dan kaum borjuis itu. Menurut EF pengharapan bukanlah hidup menghambur-hamburkan uang,serakah dan tak bermartabat tapi pengharapan adalah hidup yang disertai pengorbanan untuk mengupayakan kualitatif dan produktif sebuah kehidupan yang berkecukupan dan wajar agar dapat selamat di kehidupan.
Manusia menjadi tokoh fiksi dalam sebuah novel yang tak pernah jelas judulnya. Novel yang penuh dusta. Dusta kata-kata, dusta gerak gerik mata, dan dusta ekpresi wajah. Manusia inginnya selalu tampil dengan kesibukannya sendiri tanpa sadar mereka tidak menghasilkan apa-apa atau bisa disebut pasif. Mereka ingin dipahami, dipelihara dan dipuji. EF tidak setuju semua itu disebut sebagai proses pengharapan, berharapan bukanlah kesibukan yang akan mendapat pujian atau penghormatan. Pengharapan itu bersumber dari kekokohan batin yang bersentuhan secara erat dengan visi kehidupan yang prospektif.
Manusia modern yang meletakkan teknologi sebagai pelayan bagi cita-cita humanis itu yang diinginkan oleh EF, tetapi di buku ini EF kurang jeli melihat bahwa masyarakat seluruh dunia selain butuh demokrasi dan humanisasi mereka juga membutuhkan peran birokrasi dan teknokrasi walaupun disamping itu ada rasa suka dan tidak suka pada diri mereka. Apabila EF bisa meramu semua antara birokrasi, teknokrasi, humanisasi dan demokrasi menjadi satu mungkin kehidupan masyarakat modern yang lebih humanis akan bisa dinikmati.