Chonburi
kembang tak akan kuncup atas kuningnya
kumbang tak akan terbang atas namanya
…
yang luruh dan berhitung jarak tempuh
yang patah dan tak terbilang letak petak
yang gelap dan tak beranak warna hitam
yang dingin dan tak berjingkat diujung ibu jari
…
pada yang kumengerti dan tak terhitung riwayat nyawa
kecuali kata aku yang dibelakang menyempurnakannya.
Reportoar EMBUN
keranjang plastik dipunggungnya,
embun digenggaman tangannya
fajar, ketika hujan selalu sangsi
dan angin bertahta digerai rambutnya
hangat telapak kakinya dan matahari
di rerumputan
di semak belukar
di mantel abu
dan bocah perempuan
dipungutinya embun,
ludah muntahan
pada yang mati
ia tak perlu
berhitung budi,
pada cermin pagi nyanyian dunia
TIGA BUAH PERSIK adalah CINTA
di atas bangku kayu,
tetes airmatanya adalah cinta.
tiga buah persik,
kenakalan itu,
membawanya pulang ke hati.
di atas bangku kayu.
tetes air matanya adalah cinta.
tiga buah persik,
gelisah itu,
membawanya pergi.
dari sudut paling hitam,
begitu pasti.
Hiroshima
bocah jika lempung
di jemari tangan kanannya itu
sebagaimana burung gereja
tiada musim kawinnya
bayang wajahnya
pecahan angin dan hujan
renta duniapun turut serta berbelasungkawa
luputlah sebentuk siasat
pada doa bapa
entah dimana,
perempuan dan payung kertasnya
catatan paruh usianya
kesepian renta
ditingkah musim dan cuaca
jika ada
dan hawa yang sungkan
lurus nyanyian pagi dan malamnya
entah kapan kembali
pulang
…
Wing Sentot Irawan, Lahir 18 Agustus 1965 di Magelang, Jawa Tengah, tinggal di Lombok, laki-laki yang ingin membukukan pengalamannya dalam bentuk puisi tentang lingkungan.