Menggurat Visi Kerakyatan

Untuk Belajar, Tak Harus Lurus!

411
403875_3634612067022_1707826376_n
M Qomarudin (Dok. Pribadi)

Berawal dari kejenuhan sekelompok mahasiswa, kemudian muncul tekad mewarnai budaya literasi di kota Jember. Beberapa pemuda mendirikan rumah baca dan sebuah kelompok belajar yang diberi nama Tikungan. Dengan semboyan Tak Harus Lurus! kelompok belajar ini menjadi lahan transaksi ide dan literasi bagi semua kalangan. Pada kesempatan ini, Tim Ideas.id melakukan wawancara bersama M Qomarudin yang kerap dipanggil Como, seorang pegiat di Tikungan.

 

 

 

Hai Mo, sebetulnya apa itu Tikungan?

Tikungan itu adalah kelompok belajar, tempat kami mencoba membangun budaya literasi di Jember. Salah satunya dengan didirikannya rumah baca.

Awalnya gimana sih, kok ada Tikungan?

Berdirinya Tikungan berawal dari iseng, jadi kawan-kawan yang sudah lepas dari pers mahasiswa kebingungan mau ngapain. Akhirnya muncul pemikiran mendirikan sebuah kelompok belajar sekadar tempat ngumpul terus diskusi. Kemudian ketemu Mas Eri Irawan di Surabaya, kami ngobrol tentang keinginan mendirikan kelompok belajar, ternyata ia menyarankan mendirikan rumah baca. Kami akhirnya mengiyakan. Karena belum punya sekret kami numpang di sekretnya Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Kota Jember (PPMI Kota Jember), waktu itu masih di Jalan Jawa VII. Tahun 2011 baru punya tempat sendiri di Patrang.

Terus apa bedanya Rumah Baca Tikungan dengan perpustakaan biasa, perpustakaan daerah, atau perpustakaan universitas misalnya?

Kami menggunakan nama rumah baca agar kesannya lebih enak, lebih santai. Tidak ada aturan harus berpakaian rapi, berkerah, pakai sepatu. Peminjamannya juga tidak serumit perpustakaan lain, cuma ngisi identitas peminjam dan buku yang dipinjam. Pengembaliannya tidak ditentukan waktu. Kesan santai ini agar semua anggota saling menjaga, buku ini milik bersama.

Wah asik ya! Kalau sumber bukunya dari mana saja, Mo?

Awalnya dari mas Eri Irawan. Dia juga memberi uang untuk pembuatan rak buku. Selain itu ada juga sumbangan anggota dan dari beberapa donatur buku.

Pengurus Tikungan ada berapa orang, Mo?

Kelompok Belajar Tikungan memiliki 5 koordinator. Satu koordinator utama atau presiden dan empat koordinator fitur. Koordinator fitur terdiri dari koordinator rumah baca, koordinator diskusi dan pelatihan, koordinator galeri, koordinator riset dan penelitian. Serta tambahan satu kementerian bagian keuangan. Semua koordinator dan menteri sifatnya sejajar.

Ada kegiatan lain gak di Tikungan selain kegiatan pinjam meminjam buku?

Tikungan ini kan kelompok belajar, tentunya tidak hanya tempat transaksi buku. Seperti yang ada dalam struktur Tikungan sendiri, di sini ada diskusi, pelatihan, riset, bedah buku, penerbitan. Jadi tidak sekedar tempat meminjam buku. Namun memang tidak semua kegiatan yang dicanangkan berjalan dengan baik seperti diskusi yang mandek beberapa bulan ini. Pengunjung yang datang meminjam buku pun tidak banyak.

Nah, sampai saat ini apakah Tikungan masih berjalan sesuai tujuan?

Tikungan masih ada, masih berjalan. Namun ada beberapa yang gagal dilakukan, membangun budaya literasi ternyata sulit. Tikungan menjadi tempat bertukar literasi tetapi tidak mampu menciptakan budaya literasi itu lebih luas.[]

 

Penulis: Nurul Aini
Editor: Kholid Rafsanjani
Leave a comment