Menggurat Visi Kerakyatan

Angkat Isu Kritik Sosial, Imasind pentaskan Setan-setan Pasar di Teater Akbar 2024

Reporter: Desti Sagita
Editor: Nandyta Alifia

74

Sabtu (9/11) Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (Imasind) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB Unej) menyelenggarakan pementasan teater yang mengusung isu sosial-politik. Pementasan yang digelar di pentas terbuka FIB ini membawa naskah beraliran realisme, Setan-Setan Pasar.

Lailatul Masyayu Fauziah, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2022, penulis naskah pementasan ini, menjelaskan pemilihan isu pementasan tersebut. Menurutnya, pementasan ini mengangkat isu-isu sosial-politik, istilah ‘setan’ merujuk pada pihak-pihak yang dianggap mengganggu pasar. “Setan ini merujuk ke orang-orang yang menggangu pasar, kaya setan ini kan konotasinya itu negatif ya jadi yang dimaksud setan di sini itu adalah orang-orang yang menggangu pasar,” ungkap Lailatul pada Sabtu (9/11).

Isu sosial-politik dianggap relevan dan mencerminkan kondisi masyarakat saat ini. Melalui tema ini, pementasan berupaya menggambarkan situasi sosial-politik yang terjadi di lingkungan masyarakat. “Jadi karena mungkin latar belakang aku dilahirkan dari seorang aktivis ya, jadi memang kebanyakan hal-hal yang ku angkat itu ya isu-isu yang ada di sekitarku yang mungkin bisa jadi sesuatu yang segar sesuatu yang menarik gitu,” jelasnya.

Lailatul mengungkapkan bahwa dalam proses penulisan naskah drama ini, ia menghadapi banyak kendala. Salah satu tantangan utamanya adalah karena sudah lama tidak menulis, dia harus memulai kembali dari awal dan belajar membuat dialog-dialog menarik agar naskah drama ini dapat tersusun dengan baik. “Kendala-kendalanya banyak, jelas banyak soalnya apa ya aku juga sebenarnya kalo untuk menulis dengan bentuk tulisan naskah lakon gitu ya naskah drama itu aku jarang banget nulis itu, paling terakhir nulis sekitar SMP gitu,” tuturnya.

Krisnandita Afril Abdillah H., selaku sutradara, menjelaskan bahwa isu-isu yang diangkat dalam teater ini menggambarkan situasi ketika pihak berkuasa sering menekan masyarakat kecil. Teater ini juga mengandung kritik sosial yang disampaikan melalui perspektif para pedagang, terutama melalui karakter tokoh Butet yang dengan tegas mengungkapkan keresahan dan perjuangan mereka dalam menghadapi ketidakadilan sosial. “Sebenarnya, isu-isu dari naskah itu bisa banyak sekali untuk dikembangkan, seperti kecemburuan sosial, kemudian kesenjangan sosial antara orang-orang berada dengan orang-orang miskin, kemudian perjuangan rakyat kecil juga ada,” ujarnya saat diwawancarai via telepon, pada Senin (11/11).

Naskah berjudul Setan-Setan Pasar ini, merupakan karya asli yang ditulis oleh anggota IMASIND (Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia). Naskah drama ini sebelumnya telah dilombakan di ajang Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida), dalam kompetisi tersebut, naskah ini berhasil meraih Juara Harapan II. “Sehingga dijadikan sebuah pementasan pada teater akbar 2024, yang dibanggakan pada Imasind bisa memperlihatkan bahwa Sastra Indonesia juga bisa menulis naskah lakon dan bisa dipentaskan,” imbuh Krisnandita.

Krisnandita menjelaskan bahwa adegan yang paling mengungkap inti dari teater ini terdapat pada adegan sebelas dan dua belas, ketika tokoh Pak Lurah muncul. Ia juga berharap agar pesan yang ingin disampaikan kepada penonton, terutama terkait dengan kritik sosial, dapat diterima dengan baik. “Beberapa penonton mungkin kurang paham yang dimaksud dengan “setan” itu, dan kemudian ada yang tahu bahwasanya, “Oh, rupanya Pak Lurah yang mau menggusur pasar. Oh, setannya Pak Lurah, tapi semoga yang aku harapkan semoga yang tersampaikan kepada penonton itu seperti kritik sosialnya, seperti bagaimana sih cara kita melawan orang-orang yang sok-sokan kepada kita, gitu,” jelasnya.

Didik Suharijadi, S.S., M.A., selaku Kepala Jurusan (Kajur) Sastra Indonesia, memberikan kesan positif terhadap tema yang diangkat dalam naskah tersebut. Didik menyatakan bahwa karya-karya yang kritis seperti ini sangat dibutuhkan, karena mampu memberikan perspektif baru dan menggugah pemikiran penonton. “Pemilihan temanya ini saya tidak meragukan lagi bahwa naskah ini diproses melalui riset yang dalam, tentang problem-problem kekinian, problem ketidakadilan sosial, problem penindasan penguasa terhadap rakyat, kita rindu karya-karya yang kritis semacam ini,” ungkapnya dalam sambutan.

Didik berharap Imasind terus berkarya dan selalu berusaha menghadirkan teater pertunjukan yang lebih baik. “Saya berharap kedepan proses berkarya ini terus dilanjut, ya apapun hasilnya, itu apa kata penonton ya, mereka mahasiswa sudah berusaha itu sudah bagus,” pungkas Didik. []

Leave a comment