Kali ini redaksi Ideas.id mendapat kesempatan untuk interview pengelola zine. Mari simak. Nama saya Chandra Eka Privandani, tapi sering pakai nama Chanchanscraw, bisa ditemui di berbagai sosial media atau apalah dengan nama itu. Lahir secara wajar di Solo dan menjalani kehidupan yang biasa tapi berusaha membuatnya jauh lebih berkesan dengan terus melawan, tsaaaaahh. Suka menggambar, membaca, dan kadang menulis juga. Mahasiswa komunikasi massa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang tengah galau memikirkan akan membuat skripsi dengan judul apa di tahun depan. Haha. Sekian. Twitter @ChanChanScraw.
Hai, selamat malam Chan. Lagi sibuk apa nih?
Yo… Selamat malam. Kesibukan saat ini yang paling kerasa ya ngurus kelengkapan buat magang dan apply ke perusahaan-perusahaan. Ya kegiatan mahasiswa yang sudah agak tua. Haha. Selain itu akhir-akhir ini sedang mulai merintis usaha kecil-kecilan yang nggak jauh dari industri kreatif, tunggu saja publikasinya dan mohon doa restu teman-teman semua.
Eh, Mind Zine itu apa sih?
MIND zine itu hasil hubungan gelap antara saya dan kegalauan maksimal.
Tepatnya sebuah zine nggak jelas yang saya sendiri masih bingung soal konten dan lain-lainnya, yah pokoknya nge-zine aja selagi bisa. Haha.
Mulai kapan ada dan sekarang sudah edisi ke berapa?
MIND mulai ada taun 2011 sekitar bulan juli, itu edisi pertamanya keluar. Saat itu waktu galau jadi pengangguran, antara lulus SMA menjelang masuk kuliah. Akhirnya terciptalah zine nggak jelas ini. Sekarang MIND sendiri sudah sampai edisi 9, itupun sudah entah kapan lalu terbitnya dan belum mulai lagi. Ternyata kuliah lumayan menyibukkan bagi mahasiswa sok rajin seperti saya.
Konten yang mana bagian Mind Zine yang menurutmu paling menarik dan kenapa menarik?
Semua menarik, karena dibuat dengan tulus cinta dan kasih sayang. Haha. Ya kalau ditanya paling sih menurut saya yang paling menarik adalah bagian ‘Ketika Sebuah Kegathelan Terungkap’. Kenapa? Ya karena saya suka aja nulisnya, haha. Itu adalah bagian dari MIND yang isinya tentang guyonan-guyonan frontal dengan bahasa Jawa kasar. Selebihnya diadaptasi dari keseharian saya dan cerita teman-teman. Suka nulis bagian itu karena saya dibuat mengais kembali pengalaman-pengalaman konyol untuk dibagikan kepada pembaca.
Menurut kamu apa sih fungsi Zine?
Menurut saya fungsi zine itu melawan. Melawan dalam hal ini berarti mendobrak kenyataan bahwa media massa terikat oleh regulasi-regulasi tertentu. Ya, memang perlu adanya regulasi yang mengatur media, terutama media mainstream di atas sana, tapi dalam zine? It’s just kind a like a bullshit! Zine itu bebas. Mau nulis apa saja, mau jadi apa saja, mau memberitakan apa saja, terserah tanpa harus takut dicekal, dibredel, atau apalah. Intinya lawan! Istilah kerennya sih, pernah denger di mana gitu yah agak lupa sayanya hehe, “Ketika media mainstream bicara dusta, maka zine yang akan membungkamnya,” ciyeeeeeehh…. Lawan terus sak modare!
Kenapa Budaya Zine harus tetap ada sampai kapanpun?
Zine kan termasuk dalam konterkultur yah istilahnya, ya itu alasannya. Setiap kebudayaan akan melahirkan budaya tandingnya, di sinilah alasan kenapa zine harus ada. Balik ke pertanyaan sebelumnya soal fungsi zine, kan saya bilang zine berfungsi melawan tuh, sedangkan menurut saya lagi, kita hidup nggak jauh dari usaha perlawanan. Jadi zine harus tetap ada untuk itu. IMHO.
Satu lagi Chan, mengapa generasi muda kita harus anti mainstream?
Nah, ini pertanyaan menarik nih, hehe. Tapi saya Cuma mau jawab dikit aja nggak papa ya, soalnya bisa panjang banget kalau ngomongin mainstream-mainstream an, hehe. Ada quote keren, “Only dead fish that swims follow the mainstream,” sebagai generasi muda, mau disamakan dengan ikan mati?! Kalau saya sih enggak, haha.