Dilan; Bukan Teenlit Biasa
“Karena cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.”(Milea)
Cinta yang indah adalah impian semua orang, karena disitu terletak kebahagiaan. “Cinta itu indah. Jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan.” Begitu kata Pidi. Dilan judul buku terbaru Pidi Baiq. Jika anda belum mengenal Pidi Baiq berarti anda beruntung, karena lebih baik anda tidak mengenalnya daripada anda dipaksa untuk mengaguminya ketika membaca karya-karyanya. Walaupun menurut saya absurd tapi karya-karya dari Imam Besar The Panas Dalam ini begitu memikat dengan gaya menulis khas yang mengharuskan pembacanya untuk berpikir.
Dilan adalah sebuah novel dengan latar Kota Bandung pada tahun 1990. Ketika membacanya saya merasa sedang didongengi oleh seseorang, seseorang itu adalah Milea. Milea Bercerita tentang hubungannya dengan Dilan saat mereka di Sekolah Menengah Atas (SMA). Milea yang diharuskan pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung karena ayahnya adalah seorang tentara yang ditugaskan di Bandung tak sengaja bertemu dengan Dilan di jalan. Pertemuan pertamanya dengan Dilan membuatnya risih karena Milea merasa Dilan sok kenal dengannya.
Tapi lama kelamaan Milea mulai menyukai hal-hal yang dilakukan Dilan untuk mendekatinya. Berbagai hal dilakukan oleh Dilan, tapi ada satu hal yang membuat saya tertarik. Ketika Milea ulang tahun, Dilan memberinya sebuah hadiah yaitu Teka Teki Silang (TTS). Dalam novel ini hadiah TTS yang sudah diisi oleh pemberinya itu tergambar begitu spesial karena di dalam TTS itu disertakan ucapan ulang tahun yang absurd; “Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, Cuma TTS. tapi sudah kuisi semua. Aku sayang kamu, aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya, Dilan!” Entah apa yang ada di pikiran Pidi Baiq ketika menuliskan bagian ini.
Milea mulai tertarik dengan Dilan, walaupun banyak teman dekatnya yang mengatakan bahwa Dilan adalah anak nakal. Dalam novel ini Dilan adalah anggota geng motor yang suka bolos sekolah dan suka berkelahi. Tapi Milea yang notabene sudah mempunyai pacar semenjak sekolah di Jakarta tetap tidak percaya. Milea ingin mencari tahu sendiri siapa Dilan sebenarnya. Milea pun bertemu dengan orang-orang yang dekat dengan Dilan di sekolah, ada Wati saudara Dilan dan Piyan teman dekat yang selalu menemani Dilan.
Milea semakin penasaran dengan sosok Dilan bahkan pada akhirnya dia menyukai Dilan karena banyak hal yang dilakukan Dilan membuatnya takjub dan kagum. Hal-hal yang dilakukan Dilan untuk mendekati Milea tidak seperti yang dilakukan remaja yang lain. Dilan melakukan hal-hal yang tidak terpikirkan oleh remaja lainnya, absurd dan sulit untuk dipercaya. Dilan yang pemikirannya out of the box.
Setelah mengenal siapa sebenarnya Dilan akhirnya Milea jatuh cinta kepadanya. Bahkan Milea sampai akrab dengan keluarga Dilan dan begitu sebaliknya, Dilan juga akrab dengan keluarga Milea. Milea dan Dilan sama-sama jatuh cinta walaupun tidak ada status pacaran di antara mereka tapi mereka menjalani hari-hari mereka seperti halnya orang pacaran.
Berbagai permasalahan berhasil dilalui oleh Dilan dan Milea dan di akhir cerita Milea bercerita bahwa kisah cintanya itu adalah kisah cinta yang luar biasa. “karena cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli” begitu kata Milea.
Secara sekilas novel terbaru Pidi Baiq ini seperti novel teenlit, tapi novel ini punya latar dan setting berbeda yang membuatnya berbeda dengan novel teenlit sekarang. Pidi Baiq memakai latar kota Bandung pada tahun 1990 yang masih belum banyak dijamah oleh moderenisasi. Pada 1990 Bandung digambarkan masih asri dan sejuk belum ada pusat perbelanjaan, belum banyak perusahaan dengan gedung bertingkat dan mungkin belum ada ‘cabe-cabean’ seperti sekarang.
Selain latar, yang mebuat menarik dari novel ini adalah cerita sederhana dengan bahasa yang sederhana pula. Tapi membuat kita harus berpikir lebih keras untuk mencernanya. Tak ada diksi mendayu dan tak banyak narasi yang bertele-tele seperti teenlit era sekarang.
Beberapa sentilan atau kritik ala Pidi Baiq yang konyol juga masuk dalam novel ini. Pidi mengkritik keadaan Bandung yang semakin kesini semakin tidak menyenangkan. Dengan cermat dia membandingkan kondisi Bandung era 1990-an dengan Bandung era sekarang lewat sudut pandang Milea. Tentang geng motor yang bisa dibilang semakin brutal, tentang kondisi kota yang semakin kurang tertata bahkan sampai pada keseharian remaja yang semakin berubah.
Lewat Dilan, Pidi berhasil mengembalikan sisi remaja saya dan membuat saya mengutuki masa remaja yang sudah digerus modernisasi. Lewat Dilan juga Pidi mengungkap masa lalu Bandung yang tidak banyak diketahui oleh orang di luar Bandung.
Tapi yang membuat saya sempat ingin mengumpat ketika selesai membaca novel ini adalah belum ada akhir ceritanya. Novel ini berakhir menggantung, Dilan dan Milea memutuskan berpacaran di akhir novel tapi cerita cintanya berhenti disitu. Sepertinya Pidi memang sengaja membuat akhir cerita yang menggantung atau masih ada novel kedua yang akan melanjutkan cerita cinta Dilan dan Milea? Tentu saya tidak tahu. Tapi sebelum menebak apakah ada buku kedua, anda harus berkenalan dengan sosok Dilan dalam novel ini. Akhirul kalam, selamat membaca.
Judul: Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan
Tahun terbit: April 2014
Tebal buku: 332 Halaman
ISBN:978-602-7870-41-3