Menggurat Visi Kerakyatan

MAHASISWA PSTF UNEJ MENYELENGGARAKAN PAGELARAN TUGAS AKHIR WEBSERIES BERTEMA KESEHATAN MENTAL

Reporter: Sasta Rintis Rahmawati
Editor: Ichwan Widiyanata Prayogi

66

Jum’at, (27/02) Mahasiswa Program Studi Televisi dan Film (PSTF) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (UNEJ), Salsa Bila Iqlimabelle, bersama Siti Norhaliza, mahasiswa Animasi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, mengadakan pagelaran karya tugas akhir di ruang teater FIB UNEJ. Karya ini dikemas dalam bentuk trailer webseries berjudul Manusia dan Cerita Sampai Bertemu Cahaya (MDCSBC) yang mengangkat isu kesehatan mental.

Acara ini dihadiri oleh beberapa dosen PSTF, Dr. Bambang Aris Kartika, S.S., M.A., dan Denny Antyo Hartanto, S.Sn., Sp.Kj., serta dr. Inke Kusumastuti, M.Biomed., Sp.Kj., seorang dosen kedokteran yang ahli dalam bidang kesehatan mental. Selain itu, beberapa penonton umum turut menyaksikan pagelaran ini. Karya yang dipresentasikan merupakan hasil kolaborasi antara naskah tulisan Salsa Bila Iqlimabelle dan visualisasi dalam bentuk trailer animasi oleh Siti Norhaliza.

Dalam sesi diskusi, Salsa mengungkapkan bahwa tema kesehatan mental bukan lagi sesuatu yang asing di kalangan anak muda. Inspirasi untuk menulis naskah MDCSBC datang dari pengalaman pribadi dan lingkungan sekitarnya. “Pagelaran ini, terutama naskahnya, sebenarnya aku persembahkan kepada orang tuaku, kakakku, dan seseorang yang dulu sangat percaya padaku. Mereka selalu mendukungku, bahkan ketika menghadapi berbagai tantangan dalam hidup,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa awalnya merencanakan tugas iklan. Namun, karena berbagai pertimbangan, konsepnya berubah menjadi webseries. “Topik ini cukup berat dan memiliki potensi miskomunikasi jika tidak digarap dengan baik. Maka dari itu, format webseries dipilih karena lebih fleksibel dalam menyampaikan pesan,” tambahnya.

Sebagai animator, Siti juga berbagi tantangannya dalam mengerjakan trailer animasi ini. “Naskah dari Salsa itu ratusan halaman, dan kalau dianimasikan seluruhnya tidak mungkin dalam waktu singkat. Kendala utama ada pada waktu dan kualitas visual yang seharusnya bisa lebih maksimal jika durasi pengerjaan lebih panjang,” jelasnya.

Tanggapan dan masukan akademisi terhadap karya ini turut menjadi bagian penting dalam sesi diskusi. Denny menyoroti aspek kajian naskah yang dianggap kurang tepat dalam pemilihan narasumber untuk mereviewnya. “Mereka berdua itu bukan ahli naskahnya. Harapan saya yang menyampaikan itu, kecuali dia memang penulis naskah” katanya.

Sementara itu, Bambang menyoroti segmentasi peran dalam cerita, khususnya mengenai peran ayah. “Peran ayah gak terlalu terlihat, justru ibu. Padahal peran ayah sebagai pengambil keputusan, tapi disitu gak ada apasih yang mesti dilakukan? Padahal tujuanmu memberikan semacam pembelajaran kepada orang tua, dan itu menurut aku belum muncul,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Inke menekankan pentingnya segmentasi dalam narasi kesehatan mental. “Arena masalah kesehatan mental ini menurut saya sangat rawan misinformasi, misinterpretasi. Setiap orang dalam menginterpretasi terkait mental health kadang punya background atau mindset-nya sendiri, sehingga emang segmentasi pembagian scene itu penting untuk bisa memastikan pesan agar tersampaikan,” jelasnya. []

Leave a comment