Menggurat Visi Kerakyatan

Aliansi Jurnalis Independen dan Pers Mahasiswa Jember peringati hari kebebasan pers internasional

492

Pada Selasa (3/5), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pers Mahasiswa Kota Jember memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional dengan melakukan demonstrasi di bundaran Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jember. Demonstrasi ini digalang karena melihat maraknya kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Parahnya, selain terjadi di kalangan jurnalis yang sudah bekerja di media umum, pengekangan juga terjadi di kalangan pers mahasiswa.

Wilayah cakupan AJI Jember meliputi Jember, Banyuwangi, Lumajang, Situbondo, dan Bondowoso.  Mulai tahun 2015 sampai saat ini, tercatat sudah terjadi tiga kasus kekerasan di cakupan wilayah AJI Jember. Bahkan pada 5 November 2015 lalu, tiga jurnalis di Lumajang mendapat teror bom saat meliput pertambangan pasir besi. “Angka kekerasan terhadap jurnalis di wilayah AJI Jember selalu tertinggi di Jawa Timur,” ungkap Ika Ningtyas dalam rilis yang diberikan AJI Jember.

Tidak hanya terjadi pada jurnalis di media umum, pengekangan juga terjadi di kalangan pers mahasiswa. Pengekangan yang paling sering terjadi dilakukan oleh birokrasi kampus. Minggu kemarin saja terjadi pembekuan pada Pers Mahasiswa Poros yang dilakukan oleh birokrasi kampus Universitas Ahmad Dahlan. (Baca: Birokrasi kecewa dengan konten berita, Pers Mahasiswa Poros dibekukan)

Sedangkan di Jember sendiri, sempat terjadi intimidasi yang dilakukan oleh Pembantu Dekan III terhadap awak redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Sastra IDEAS. (Baca: Kronologi Ancaman dan Intimidasi PD III Fakultas Sastra Terhadap Reporter LPMS Ideas)

Melihat keadaan semacam ini, melalui momentum peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional pada 3 Mei 2016, AJI Jember bersama Forum Wartawan Lintas Media Jember dan Pers Mahasiswa di Jember melakukan demonstrasi. Mereka menuntut kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Tuntutan tersebut ditujukan kepada:

  1. Aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis. Ketidakpuasan terhadap pemberitaan harus menggunakan hak jawab dan pengaduan ke Dewan Pers
  2. Perusahaan media agar memberikan perlindungan hukum bagi jurnalisnya yang rentan menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi
  3. Aparat keamanan, pemerintah, dan kelompok masyarakat harus menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap warga negaranya seperti yang diatur undang-undang
  4. Menolak pembatasan berekspresi, pembredelan dan pembatasan karya pers mahasiswa oleh pejabat kampus.

Kebebasan berpendapat dan berekspresi sebenarnya terdapat dalam Undang-Undang Dasar pasal 28 F dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 pasal 14 tentang Hak Asasi Manusia. Sayangnya banyak masyarakat yang tidak memahami hak ini secara tepat. “Masih tingginya angka kekerasan menunjukkan narasumber dan masyarakat tak punya itikad untuk mendukung pers yang merdeka,” tambah Ika.

Namun selain menyuarakan kebebasan pers, AJI juga menghimbau kepada para jurnalis untuk memperhatikan kode etik dalam setiap kerja-kerja mereka. “Kami juga menyerukan kepada seluruh jurnalis agar selalu berpegang teguh pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” ujar Ika dalam rilis AJI. []

Leave a comment