Menggurat Visi Kerakyatan

Puisi Wing Sentot Irawan

602

Chonburi

 

kembang tak akan kuncup atas kuningnya

kumbang tak akan terbang atas namanya

yang luruh dan berhitung jarak tempuh

yang patah dan tak terbilang letak petak

yang gelap dan tak beranak warna hitam

yang dingin dan tak berjingkat diujung ibu jari

pada yang kumengerti dan tak terhitung riwayat nyawa

kecuali kata aku yang dibelakang menyempurnakannya.

 

 

Reportoar EMBUN

 

keranjang plastik dipunggungnya,

embun digenggaman tangannya

fajar, ketika hujan selalu sangsi

dan angin bertahta digerai rambutnya

hangat telapak kakinya dan matahari

di rerumputan

di semak belukar

di mantel abu

dan bocah perempuan

dipungutinya embun,

ludah muntahan

pada yang mati

ia tak perlu

berhitung budi,

pada cermin pagi nyanyian dunia

 

 

TIGA BUAH PERSIK adalah CINTA

 

di atas bangku kayu,

tetes airmatanya adalah cinta.

tiga buah persik,

kenakalan itu,

membawanya pulang ke hati.

di atas bangku kayu.

tetes air matanya adalah cinta.

tiga buah persik,

gelisah itu,

membawanya pergi.

dari sudut paling hitam,

begitu pasti.

 

 

Hiroshima

 

bocah jika lempung

di jemari tangan kanannya itu

sebagaimana burung gereja

tiada musim kawinnya

bayang wajahnya

pecahan angin dan hujan

renta duniapun turut serta berbelasungkawa

luputlah sebentuk siasat

pada doa bapa

entah dimana,

perempuan dan payung kertasnya

catatan paruh usianya

kesepian renta

ditingkah musim dan cuaca

jika ada

dan hawa yang sungkan

lurus nyanyian pagi dan malamnya

entah kapan kembali

pulang

 

 

Wing Sentot Irawan, Lahir 18 Agustus 1965 di Magelang, Jawa Tengah, tinggal di Lombok,  laki-laki yang ingin membukukan pengalamannya dalam bentuk puisi tentang lingkungan.

 

 

 

Leave a comment