Menggurat Visi Kerakyatan

Pers Mahasiswa minta media peliput isu Papua benahi kode etik jurnalistik

422

Pada peringatan hari raya Idul Fitri 1436 Hijriyah pada tanggal 17 Juli 2015, terjadi kerusuhan di Tolikara, Papua. Kerusuhan yang mengakibatkan terbakarnya beberapa kios dan sebuah rumah ibadah warga muslim, segera menyebar menjadi berbagai berita dengan judul yang semakin memperkeruh suasana. Isu kerusuhan di Tolikara yang belum pasti akar permasalahannya menjadi sebuah isu yang diseret ke berbagai ranah.  Kecaman, kutukan dan berbagai cacian muncul walaupun isu kerusuhan itu masih belum jelas.

Selain itu peran media dan aparatur negara yang kurang tegas pun membuat kasus kerusuhan itu semakin meluas di berbagai lapisan, mulai dari isu sentimen agama sampai isu munculnya kembali ideologi komunisme di Indonesia. Kesimpangsiuran isu ini pun merembet luas di sosial media dan semakin mengaburkan akar permasalahannya.

Maka Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI Nasional) menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh pemberitaan media. Karena setiap pemberitaan butuh klarifikasi dan verifikasi sehingga pemberitaan itu bisa dijadikan rujukan. Selain itu PPMI juga menghimbau agar publik tidak terlalu gegabah untuk menyebarkan informasi yang kurang akurat mengenai isu kerusuhan di Tolikara. Karena PPMI menganggap  tindakan provokatif dan bias pemberitaan media bisa mengancam kerukunaan antar agama  di Indonesia.

Atas dasar pemikiran tersebut. Maka PPMI Nasional menyatakan sikap:

1. Mengecam dengan keras tindakan beberapa media yang memelintir isu kekerasan yang terjadi di Tolikara. Karena tugas media adalah memberikan rujukan dan informasi yang sebenar-benarnya kepada publik. Bukan malah memperkeruh suasana. Terlebih media-media yang menyeret isu ini pada isu-isu sensitif yang bisa menyulut dan mengakibatkan konflik lebih besar.

2. Mengecam tindakan beberapa media yang kurang mengindahkan Kode Etik Jurnalistik sebagai dasar pemberitaan dan hanya memberitakan informasi secara sepotong-sepotong tanpa klarifikasi dan verifikasi. Karena kode etik jurnalistik adalah sebuah rujukan yang harus dijadikan pegangan oleh berbagai wartawan dan berbagai media untuk memberitakan berbagai hal.

3. Meminta agar perusahaan media memakai metode-metode jurnalistik yang sebenar-benarnya untuk memberitakan isu sensitif di Tolikara ini. Selain itu PPMI juga meminta agar media tidak lebih mementingkan keuntungan perusahaan daripada akurasi pemberitaan yang disiarkan

4. Meminta kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi  oleh beberapa informasi yang menyeret isu ini pada isu sentimen agama dan kemunculan ideologi komunis sebelum akar permasalahan kasus kerusukan di Tolikara ini terungkap.

5. Menuntut agar aparatur negara segera menindaklanjuti kasus ini agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Segera dilakukannya penegakan hukum serta pencarian fakta lebih lanjut agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.

6. Menuntut agar pemerintah Negara mengambil peran dalam memberikan informasi yang jelas dan menjernihkan, agar kasus ini tidak semakin meluas dan merembet pada isu-isu sensitif lainnya.

Leave a comment