Minggu malam (30/03) bertempat di sebuah kontrakan kecil yang dijadikan sekretariat, Kelompok Belajar Tikungan mengadakan sebuah acara yang diberi tajuk Ngaji Sastra. Ngaji Sastra merupakan kegiatan rutin yang diadakan untuk menindak lanjuti workshop penulisan kreatif sastra pada awal tahun 2013 kemarin. Terhitung kali ini adalah Ngaji Sastra kedua yang dilakukan oleh Kelompok Belajar Tikungan dengan menggandeng Dwi Pranoto, seorang penyair dan budayawan Jember beserta Akhmad Taufiq, penyair Jember sebagai pembedah. Acara itu dihadiri berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pegiat seni, dan tentunya para penyair muda yang karyanya akan dikaji malam itu.
Halim Bahriz, salah satu pegiat Kelompok Belajar Tikungan yang menggagas adanya Ngaji Sastra mengatakan bahwa, tujuan diadakannya Ngaji Sastra yaitu untuk menguatkan habitus sastra di kota Jember yang masih sangat kecil. Halim juga menambahkan, geliat sastra di Jember seharusnya lebih besar karena ada beberapa lembaga kesusastraan dan bahkan kampus besar di Jember. “Sebab, kota ini memiliki institusi kesusastraan dengan sekian sarjana hingga guru besar dan tentu saja, seabrek mahasiswa yang rajin,” ujar Halim.
Diskusi malam itu berjalan dengan hangat dan komunikatif, para penyair yang karyanya dikaji begitu antusias dengan apa yang disampaikan oleh pembicara. Dian Teguh Wahyu Hidayat salah satu penyair yang karyanya mendapatkan apresiasi lebih untuk dibedah, mengungkapkan bahwa ada sedikit kekecewaan ketika Dian harus memberikan pernyataan terhadap puisi-puisinya. “Senang sekali karena porsi untuk karya saya lebih besar daripada karya yang lain, akan tetapi saya agak kecewa ketika saya harus mengemukakan kredo puisi saya. Sebaiknya harus ada penambahan dalam konsep pembedahan untuk selanjutnya,” ungkap Dian ketika ditemui setelah acara.
Selain itu Dian juga mengungkapkan kegelisahannya tentang geliat sastra di Jember. Dian pun merasa harus ada kegiatan rutin yang berhubungan dengan kesusastraan di Jember agar gaungnya semakin terdengar lebih luas. “Haus memang rasanya setelah sekian bulan tidak ada Ngaji Sastra, jadi ya memang puas banget meski agak loncat-loncat,” tambahnya.
Didik Saputra, salah satu peserta Ngaji Sastra juga mengungkapkan pendapat yang sama. “Ngaji Sastra seharusnya menjadi kegiatan rutin agar atmosfer sastra di Jember tidak stagnan,” ungkap Didik. Seperti yang diungkapkan oleh Didik, geliat sastra di Jember memang sedang mengalami masa-masa stagnansi, tapi mungkin dengan adanya acara seperti Ngaii Sastra bisa membangkitkan atmosfer yang lebih di kancah kesusastraan Jember.[]
Editor: Dieqy Hasbi Widhana