Menggurat Visi Kerakyatan

Belajar Bersama di Sekolah Sastra Jember

764

“Supaya orang-orang Jember ini atau orang sekitar Jember ini rujukannya bukan lagi penyair Jogja, bukan lagi penyair Jakarta tapi kita coba mengolah apa yang ada di sekitar Jember,” tutur Yongky Gigih Prasisko, Ketua Panitia Sekolah Sastra Jember. Kegiatan yang digagas oleh Dewan Kesenian Jember ini merupakan serangkaian pelatihan yang membahas berbagai hal tentang sastra.

“Tujuannya sebenarnya untuk memperkenalkan sastra di Jember agar dilirik oleh pusat-pusat sastra yang lain,” tambah Yongky. Dimulai pada Sabtu, 11 Maret 2017 sampai Minggu, 12 Maret 2017, Sekolah Sastra terbagi menjadi beberapa kelas. Kelas tersebut meliputi Kelas Puisi, Kelas Cerita Pendak, Kelas Novel, Kelas Kritik Sastra, Diskusi Sastra di Wilayah Tapal Kuda, Kelas Filologi, Kelas Sastra Lisan, Kelas Sastra Anak, dan Kelas Komunitas Baca.

Yongky berharap dengan adanya Sekolah Sastra ini, kesusastraan di Jember bisa semakin berkembang. “Sehingga kita punya gaya sendiri dan Jember menjadi rujukkan bagi yang lain,” ungkap Yongky yang juga menjadi Koordinator Bidang Sastra di Dewan Kesenian Jember.

Sekitar 50 peserta mengikuti Sekolah Sastra. Tidak hanya dari Jember, peserta dari luar kota seperti Banyuwangi, Surabaya, Situbondo bahkan juga dari Tulungagung. “Karena di Tulungagung belum pernah ada sekolah sastra, kecuali cuma ada pelatihan-pelatihan dan itu pun gak lengkap,” tutur Rizka Hidayatul Umami, salah satu peserta dari Tulungagung.

Umami merupakan Ketua Divisi Sastra di Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi, Institut Agama Islam Negeri Tulungagung. Ia ingin mendapat pengetahuan baru dari Sekolah Sastra Jember ini. “Temen-temen yang di LPM itu pengen dapet materi baru tentang sastra. Kan sudah bosen dengan yang dulu-dulu,” kata Umami.

Setelah mengikuti berbagai kelas di Sekolah Sastra, Umami ingin membagikan ilmunya kepada kawan-kawan pers mahasiswa di Tulungangung. “Sementara di LPM dulu, kalau bisa ya kita bikin komunitas,” jelasnya. []

 

Reporter: Nur Hamidah

Penulis: Rosy Dewi Arianti Saptoyo

Leave a comment